Wednesday, July 7, 2010

Syaidina Umar Ibn Khattab ra

Pada sewaktu aku melangkah memasuki Masjidil-Haram sambil membantu ayahku berjalan untuk menunaikan ibadah munculah seorang lelaki berbangsa arab. Orangnya agak tinggi, kepalaku separas rendah sedikit dari bahunya. Badannya lebar, tegap dan kelihatan perkasa, mukanya tegas dan serius. Kadar umurnya dilingkungan lewat 20-an atau awal 30-an. Lelaki ini dengan mudah membantu kami dalam urusan ibadat kami kerana melihat kesukaranku membantu ayah. Setelah selesai, kami bebicara (bual) sebentar. Bayangkanlah aku yang tidah tahu berbahasa arab melainkan yang amat sedikit berkata-kata dengannya yang hanya berbahasa arab. Simbul dan gerak tangan mula membantu. Dari apa yang kami bualkan, beliau menyatakan beliau berasal dari madinah dan asal nasab beliau adalah daripada Syaidina Umar Ibn Khattab ra. Secara ditakdirkan juga nama beliau juga adalah Umar ibn Khattab.

Masya'allah, terima kasih kepada ALLAH Azza-Wajalla kerana memberi peluang kepada aku dan ayah untuk bergaul walaupun sebentar bersama salah seorang daripada keturunan sahabat yang amat rapat dan pelindung kepada Maulana Habibullah al-haj Syaidina Muhammad Rasullulah S.A.W.

Daripada pemerhatian dan pandanganku, jika ada sedikit pun (kira secolek sekalipun) persamaan fisikal beliau dengan Syaidina Umar ra. (jika boleh dikata begitu) tentulah amat hebat sekali Syaidina Umar ra. itu sebagai pahlawan dan tentu amat mengerunkan musuh-musuh Islam.

Terima kasihku dengan penuh tawaduk dan keinsafan kepada ALLAH Azza-Wajalla dengan rahmat, kasih sayang dan pemberian-Nya. Subahana'llah, Alhamduli'llah... Allah Hu-Akbar.

Dengan ini, ikutilah sedikit kisah Syaidina Umar Ibn Khattab ra.

.................

Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W, dan agama baru yang dibawanya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu. Seketika itu juga pemuda itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik membaca kitab suci Al-Qur'an. Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak membuat ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca kembali baris-baris Al-Qur'an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan senang hati. Kandungan arti dan alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia bergegas ke rumah Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W dan langsung memeluk agama Islam.

Begitulah pemuda yang bernama Umar ibn Khattab, yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya. Dengan rahmat dan hidayah Allah, Islam telah bertambah kekuatannya dengan masuknya seorang pemuda yang gagah perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga mereka secara spontan mengumandangkan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar). Gaungnya bergema di pegunungan di sekitarnya.

Umar masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di Makkah, 40 tahun sebelum hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan. Moyangnya memegang jabatan duta besar dan leluhurnya adalah pedagang. Ia salah satu dari 17 orang Makkah yang terpelajar ketika kenabian dianugerahkan kepada Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W.

Dengan masuknya Syaidina Umar ra ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah. Ia kemudian menjadi penasihat utama Syaidina Abu Bakar ra selama masa pemerintahan dua setengah tahun. Ketika Syaidina Abu Bakar ra meninggal dunia, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua, beliau memimpin dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam sembahyang di masjid Nabi. Pembunuhnya bernama Feroz alias Abu Lu'lu, seorang Majusi yang tidak puas.

Ajaran-ajaran Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi) berlutut di hadapan pasukan Islam yang perkasa. Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru itu.

Salah seorang di antaranya adalah Syaidina Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di masa perang maupun di waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran dan kebaikan hati yang melebihi Syaidina Umar ra, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun dalam menjalankan tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan. Kehebatannya terlihat juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.

Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi kajian sejarah modern yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.

Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, 'Rise, Decline and Fall of the Caliphate' mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama Zaid memohon izin Khalifah Syaidina Umar ra untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Syaidina Umar ra dengan berkata, "Saya ingin agar antara Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita, kita tidak boleh menyerang mereka. Dataran Iraq sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah penaklukkan." Muir mengulas demikian: "Pemikiran melakukan misi yang meliputi seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin."

Syaidina Umar ra adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi ketenteraan secara mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi tentera untuk menghadapi kejahatan orang-orang Parsi, beliau yang merancang komposisi pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah dengan detailnya. Saat beliau menerima khabar hasil pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan berita gembira atas kemenangan tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Syaidina Umar ra berpidato di hadapan penduduk Madinah: "Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin menjadikan anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya. Kepadaku telah dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan pemerintahan khilafah. Adalah tugasku membuat Anda senang dalam segala hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul keinginan barang sekalipun agar anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik anda bukan melalui perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan."

Pada tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300,000 tenteranya, sedangkan tentara Muslimin hanya 46,000 orang. Walaupun tidak terlatih dan kelengkapan buruk, pasukan Muslimin yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil mengalahkan tentara Romawi. Sekitar 100,000 tentera Romawi tewas sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3,000 orang yang tewas dalam pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya, dengan sedih ia berteriak: "Selamat tinggal Syria," dan dia lari ke Konstantinopel (Istanbul sekarang).

Beberapa tentera yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari perlindungan di antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh pasukan tentera yang kuat dan mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya bisop agung Yerusalem mengajak berdamai, tapi menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa pengawalan dan perarakan kebesaran, kecuali ditemani seorang pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan Bisop agung dan para pembantunya, Khalifah memimpin untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya pada persamaan martabat antara sesama manusia. Bisop agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota. Ketika ditawarkan bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: "Kalau saya berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan mengikuti contoh saya." Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen. Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.

Penaklukan Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal mengatakan: "Syria telah tunduk pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700 tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja terakhir Macedonia. Setelah kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku takluk, walaupun mereka masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang Romawi membangun sebuah rintangan yang tidak boleh dilalui diantara daerahnya dan daerah orang Muslim. Mereka juga mengubah sisa tanah luas miliknya di perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota di jalur itu dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke wilayah yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap sebagai perbuatan orang Arab Muslim yang biadab sesungguhnya hasil kebiadaban Byzantium." Namun kebijaksanaan bumi hangus yang sembrono itu ternyata tidak dapat menghalangi gelombang maju pasukan Muslimin. Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara Muslim melewati Tarsus, dan maju sampai ke pantai Laut Hitam.

Menurut sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah mencapai Dataran Debal di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah menghalangi tentaranya maju lebih ke timur dari Mekran.

Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor yang menentukan kemenangan besar operasai ketenteraan Muslimin yang diraih dalam waktu yang begitu singkat. Kita ketahui, selama pemerintahan khalifah yang kedua, orang Islam memerintah daerah yang sangat luas. Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Iraq, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman, Khurasan, Mekran, dan sebagian Baluchistan. Pernah sekelompok orang Arab yang bersenjata tidak lengkap dan tidak terlatih berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia. Apa yang memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W. telah menanamkan semangat baru kepada orang-orang islam. Mereka merasa berjuang hanya demi Allah S.W.T semata-mata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam memilih para jenderalnya dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan kepada bangsa-bangsa yang ditaklukan telah membantu terciptanya serangkaian kemenangan bagi kaum Muslimin yang dicapai dalam waktu sangat singkat.

Bila diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Syaidina Umar al-Faruq, yang berada ribuan kilomiter dari medan perang, berhasil menyaksikan pasukannya dan mengawasi gerakan pasukan musuh. Suatu kelebihan anugerah Allah yang luar biasa.

Dalam menakluk musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada suatu bangsa yang kalah dalam peperangan. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat dan itu pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi pentadbiran secara efisien. Ia melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, ia harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.

Berbeza dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan Alexander, Caesar, Atilla, Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model Umar bersifat badani dan rohani.

Ketika Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia memerintahkan para jenderalnya melakukan pembunuhan umum dan menggantung seribu warga negara terhormat pada dinding kota. Demikian pula ketika dia menaklukan Astakher, sebuah kota di Parsi, dia memerintahkan memenggal kepala semua laki-laki. Raja zalim seperti Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan lebih ganas lagi. Tetapi empayer mereka yang luas itu hancur berkeping-keping ketika sang raja meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeza sifatnya. Kebijaksanaannya yang arif, dan pentadbiran yang efisien, membantu mengonsolidasikan kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai masa kini pun, setelah melewati lebih dari 1,400 tahun, negara-negara yang ditaklukannya masih berada di tangan orang Muslim. Syaidina Umar al-Faruk sesungguhnya penakluk terbesar yang pernah dihasilkan sejarah.

Sifat mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah memperkuat kepercayaan kaum kafirun pada janji-janji yang diberikan oleh pihak Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz, pemimpin Parsi yang menjadi musuh kepada kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan di bawa menghadap Khalifah di Madinah. Ia sedar kepalanya pasti akan dipenggal kerena dosanya sebagai pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia tampaknya merencanakan sesuatu dan meminta segelas air. Permohonannya dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau minum air yang dihidangkan. Dia rupanya merasa akan dibunuh selepas meneguk minuman, Khalifah meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz meminum air tadi. Hurmuz yang cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia lalu berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari Khalifah, dia tidak akan minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan dengan kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.

Khalifah Syaidina Umar ra pernah berkata, "Kata-kata seorang Muslim biasa sama beratnya dengan ucapan ketuanya atau khalifahnya." Demokrasi sejati seperti ini diajarkan dan dilaksanakan selama kekhalifahan ar-rasyidin hampir tidak ada persamaannya dalam sejarah umat manusia. Islam sebagai agama yang demokrasi, seperti digariskan Al-Qur'an, dengan tegas meletakkan dasar kehidupan demokrasi dalam kehidupan Muslimin, dan dengan demikian setiap masalah kenegaraan harus dilaksanakan melalui konsultasi dan perundingan. Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W. sendiri tidak pernah mengambil keputusan penting tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam Islam yang ditanam Nabi Muhammad Rasullulah S.A.W dan dipelihara oleh Syaidina Abu Bakar ra mencapai puncaknya pada zaman Khalifah syaidina Umar ra. Semasa pemerintahan Syaidina Umar ra telah dibentuk dua badan penasihat. Badan penasihat yang satu merupakan sidang umum yang diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi adalah badan khusus yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal rutin dan penting. Bahkan masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai kerajaan serta lainnya dapat dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.

Syaidina Umar ra hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan tindak-tanduknya. Suatu ketika ia berkata: "Aku tidak berkuasa apa pun terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai petugas penjaga milik yatim piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuhi keperluan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi anda semua, anda semua harus mengawasi dan menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal yang harus diingat, wang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat."

Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: "O, Umar, takutlah kepada Tuhan." Para hadirin bermaksud mengerjakan orang itu, tapi Khalifah mencegahnya sambil berkata: "Jika sikap jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika kita tidak mendengarkannya, kita akan seperti mereka." Suatu kebebasan menyampaikan pendapat telah dipraktikkan dengan baik.

Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah berkata: "Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda."

Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani pernyataan yang mensyaratkan bahwa "Dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal bebas menghadapnya setiap saat." Menurut pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah daftar barang bergerak dan tidak bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar itu akan diteliti pada setiap waktu tertentu, dan penguasa tersebut harus mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang bertambah dengan sangat mendadak. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab ul-Kharaj, setiap orang berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat tersebut mendapat ganjaran hukuman.

Muhammad bin Muslamah Ansari, seorang yang dikenal berintegritas tinggi, diangkat sebagai penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai negara dan meneliti pengaduan masyarakat. Sekali waktu, Khalifah menerima pengaduan bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash, gubernur Kufah, telah membangun sebuah istana. Seketika itu juga Umar memutus Muhammad Ansari untuk menyaksikan adanya bagian istana yang ternyata menghambat jalan masuk kepemukiman sebagian penduduk Kufah. Bagian istana yang merugikan kepentingan umum itu kemudian dibongkar. Dalam pengaduan lainnya menyebabkan Sa'ad dipecat dari jawatannya

Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: "Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang kafirun, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk pencen tentera (divan), pengadaan pusat-pusat tentera (amsar) yang dikemudian hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan pejabat kadi (qazi), semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula seperingkat peraturan, seperti sembahyang tarawih di bulan Ramadhan, keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina."

Khalifah menaruh perhatian yang sangat besar dalam usaha perbaikan kewangan negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sihat. Ia membentuk "Diwan" (jabatan kewangan) yang dipercayakan menjalankan apentadbiran pendapatan negara.

Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :

Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang berharta. Kharaj atau pajak bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak yang disebut terakhir, yang membuat Islam banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya pernah berlaku di kerajaan Romawi dan Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang kafirun jauh lebih kecil jumlahnya dari pada yang dibebankan pada kaum Muslimin. Khalifah menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi). Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah wafatnya Umar.

Ia memperkenalkan reform yang luas di lapangan pertanian, hal yang bahkan tidak terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman modern ini. Salah satu dari reform itu ialah penghapusan zamindari (tuan tanah), sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk yang mencekik para petani. Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan Mesir, mereka menyita tanah petani dan membagi-bagikannya kepada anggota tentara, kaum nobal, gereja, dan anggota keluarga kerajaan.

Sejarawan Perancis mencatat: "Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan mengadakan 'land reform' sangat banyak pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan mereka di bidang ketenteraan."

Ia membentuk jabatan kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan menyebarkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja lebih dari 20,000 pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang tahun. Sejumlah terusan dibangunkan di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah kanal bernama "Nahr Amiril Mukminin," yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, dibangun untuk menjamin pengangkutan padi secara cepat dari Mesir ke Tanah Suci.

Selama masa pemerintahan Syaidina Umar ra diadakan pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, "Dahulu hakim diangkat dan sekarang pun masih diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena undang-undang menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan para gubernur dikuasakan menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan usianya yang masih sangat muda, Islam telah mengumandangkan dalam kata dan perbuatan, pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan kekuasaan eksekutif." Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju, sekalipun di zaman modern ini.

Syaidina Umar ra sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal. Cemeti yang dipakai menghukum Abu Syahma ditancapkan di atas kuburan anak itu.

Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpati terhadap warganya yang kafirun. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah kepada yang berhak yang sebagian besar kafirun. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: "Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar, hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang kafirun diizinkan tinggal di gereja-gereja dan rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan ibadahnya dan tidak dianiaya dengan cara apa pun." Menurut Imam Syafi'i ketika Khalifah mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengizinkan ahli waris almarhum menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.

Khalifah Umar juga mengajak orang kafirun berkonsultasi tentang sejumlah masalah kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam wasiatnya yang terakhir Umar memerintahkan kaum Muslimin menepati sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada kafirun, melindungi harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan memaafkan penghianatan mereka, yang dalam sebuah pemerintahan beradab di zaman sekarang pun tidak akan mentoleransinya. Orang Kristen dan Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar orang Muslimin kembali ke negeri mereka. Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak perlindungan bagi kaum kafirun, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang kafirun, yang bergabung dengan tentera Muslimin.

Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam, ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu. Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang disiapkan. Tanpa menunjukan identitinya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang berjarak tiga batu. Ia kembali dengan memikul sekarung gandum, memasakkannya sendiri, dan baru merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan sejumlah wang sebagai sedekah kepadanya.

Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak zaitun, dan berkata, "Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak makan roti dari gandum?" Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya, "Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas mampu mendapatkan gandum?" "Tidak," Jawab gubernur. "Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu ia dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku." Tambah Umar.

Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, "Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?" Seorang laki-laki bangkit dan berkata, "Anda akan kami pancung." Umar berkata lagi untuk mengujinya, "Beranikah anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?" "Ya, berani!" jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, "Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku."

Seorang ahli falsafah dan penyair Muslim dari India menulis nukilan seperti berikut untuk dia: "Jis se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan"

Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan taufan yang menggelagakkan dalamnya sungai.

Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar mengulas: "Pada zamannya, berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tenteranya, namun dia sendiri menunjukkan kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit haiwan. Dia mempraktikkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi orang kafirun. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara kukuh."



Wallahuallam...